Marah yang berizzah

 Marah yang berizzah


Oleh: Angga Adi
Prasetya, S.Pd
(Guru SD
Muhammadiyah 1 Malang dan Alumni SKMM 4)


 




Di bulan Syawal ini adalah
momentum yang baik untuk saling maaf-memaafkan dan mengkencangkan tali
silaturahmi antar sesama Muslim.



Tapi di momentum ini, masih kita
temukan "manusia usil"' dengan pernyataan dan komentar-komentar sinis
yang sifatnya mencela, menghina, merendahkan bahkan ke taraf mengancam. Tak
jarang juga, kita pun terkadang terbakar amarah ingin membalas.



Sifat marah merupakan tabiat
alami yang tidak mungkin luput dari dalam diri manusia. Sebab yang membedakan
diciptakannya manusia dan malaikat ialah karena manusia memiliki nafsu.



 



Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), marah berarti sangat tidak senang karena diperlakukan tidak
semestinya. Secara umum dapat kita simpulkan bahwa marah merupakan sebuah sikap
yang diputuskan sesorang untuk membalas sikap orang lain yang telah berbuat
tidak pantas atau tidak disenangi



 



Bahkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:




إنَّما أَنَا بَشَرٌ، أَرْضَى كما يَرْضَى البَشَرُ، وَأَغْضَبُ كما
يَغْضَبُ البَشَرُ،




“sesungguhnya aku (juga)
manusia. Aku bisa rela (senang) sebagaimana manusia rela (senang), dan aku bisa
marah sebagaimana manusia marah
.” (HR Muslim, no. 2603)



 



Sederhananya, lalu bagaimana
caranya agar manusia bisa mengendalikan, menahan dan meminimalisir kemarahannya
sendiri?



Kita sadar bahwa marah itu ibarat
bara api yang hendak berkobar. Jika hari ini kebanyakan manusia mempertuankan
marah-nya itu, maka tidak sedikit kerusakan dan keburukan yang terjadi. Secara
tidak langsung, marah dapat membuat seseorang menjadi gelap penglihatan dan
hati sehingga secara tidak sadar dapat melakukan tindakan atau mengucapkan
perkataan yang berakibat buruk bagi diri dan Agamanya.



 



إِذَا غَضَبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ




Jika di antara kalian marah
maka hendaklah ia diam
” (HR Imam Ahmad no. 2136).



 



Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam memberikan teladan kepada kita cara elegan jika sedang atau dalam
keadaan marah, maka kita diperintahan untuk diam. Hal terbaik yang harus kita
lakukan ialah tidak mudah marah yaitu dengan cara diam. Diam dimaksudkan agar
kita tidak mengucapkan kata-kata yang di luar kendali kita hingga kita akan
menyesal kelak.



 



Bahkan ada salah satu ayat yang
menyejukkan ketika Allah Subhanallah Wa Ta'ala dalam firman-Nya memuji
hamba-Nya dengan sifat sebagai berikut,



 



الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكاظِمِينَ
الْغَيْظَ وَالْعافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ



 



“(Orang-orang yang bertakwa yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS Ali ‘Imran:134).



 



Bahkan para sahabat juga
mempraktikan marah yang elegan dan berizzah ketika Rasulullah SAW disakiti, kita tahu, para sahabat
menjadi singa-singa yang membela beliau bahkan dengan nyawa; puluhan tusukan
menjadi tak berarti, apalagi hanya cemoohan, hinaan, ancaman.



 



Ya, maka kita pun sama dengan
mencontoh Rasul SAW dan para sahabat, yaitu "Marah yang berizzah",
dengan dahsyatnya doa, ilmu dan amal nyata. Yang lebih terorganisir dan cerdas.



 



Marah yang tetap mengikuti cara
Rasulullah SAW, yang adil:
benci pada kelakuan penghina, bukan pada hal-hal yang memang tidak
dilakukannya.



Marah yang berefek maslahat:
tujuannya agar si penghina meminta maaf, lalu bertaubat dan jera. Jangan marah
yang destruktif yang melahirkan kemungkaran yang lebih besar.



Semoga Allah SWT melindungi kita,
menjadikan kita "Muslim yang mencerahkan, ditengah insan yang coba
meredupkan cahaya Islam"



 



Wallahu a’lam bish-shawabi




 


Previous Post Next Post

Categorised Posts

نموذج الاتصال