DALAM PANTAUAN CCTV ALLAH SWT
Ust. H. Abdul Azis Jauri
CMM:89
Dalam berkehidupan di dunia ini,
kadangkalanya manusia mu mengatur pola, gaya dan tingkah kehidupan, padahal
jika kita menyadari bahwa dalam hidup ini sudah ada yang mengatur Yakni Allah
SWT, kita manusia tinggal menjalani saja sesuai ketentuan dan ketetapan Allah
SWT, dengan diiringi usaha dan ihktiar semampu kita. Di samping itu apapun yang
kita lakukan di dunia ini besar atau kecil, terbuka atau sembunyi Allah SWT
pasti mengetahuinya dan memberi balasan dari apa yang telah kita lakukannya.
Karena itulah maka sebenarnya hidup ini terpantau oleh sang pencipta alam jagad
raya ini. Dalam firmaNya;
وَكُلَّ إِنْسَانٍ
أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ ۖ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا
يَلْقَاهُ مَنْشُورًا
“Dan tiap-tiap
manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung)
pada lehernya. Dan Kami keluarkan
baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka”. QS. Al
Isra’: 13
Allah SWT itu, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Allah SWT itu, Yang Hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya); Allah SWT itu, tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan Allah SWT apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafaat tanpa izin Allah SWT. Allah itu SWT, mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah SWT melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Ilmu Allah SWT meliputi langit dan bumi. Allah SWT itu
tidak merasa berat memelihara langit dan bumi, dan AllahSWT itu Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Itulah Allah SWT yang Maha
segala-galanya.
Kisah Seorang
Santri
Kisah ini selalu disampaikan oleh
para guru ngaji di kampung dari masa ke masa: “Ada seorang murid yang disayang
oleh ustadznya sehingga membuat iri santri lainnya. Ustadznya tahu masalah
santri-santrinya. Sehingga suatu hari ustadznya mengumpulkan semua santrinya,
kemudian setiap santrinya disuruh menyembelih seekor ayam, tapi dengan syarat
tidak ada satupun yang mengetahui perbuatannya itu, yang berhasil akan diberi
penghargaan.”
Maka berpencarlah setiap santri
mencari tempat yang tidak seorangpun bisa mengetahui perbuatannya itu. Pada
akhirnya seluruh muridnya telah kembali dengan perasaan senang, karena mereka
semua yakin tidak seorangpun yang mengetahui sewaktu menyembelih ayam. Tetapi
tinggal satu murid yang belum Kembali
pulang, yaitu santri tersayang. Ditunggu sampai lama tidak juga
kelihatan pulang. Akhirnya dicarilah, kemudian ditemukan dalam kondisi duduk
dan bersedih sedangkan ayamnya belum disembelih, teman- temannya mengejek.
Ketika sampai dihadapan ustadz, ustadznyanya bertanya “Kemana saja sampai
begitu lama?. Dan kenapa ayamnya belum disembelih?. Dengan menundukkan wajahnya
santri itu menjawab, “Bagaimana mungkin saya bisa menyembelih ayam tanpa
diketahui oleh siapapun?. Sedangkan Allah Ta’ala Maha Melihat dan Maha
Mengetahui? Barulah santri-santri yang lain menyadari mengapa ustadznya lebih
sayang kepadanya. Karena pemahaman yang diberikan oleh ustadaznya santri lebih
paham dibandingkan yang lainnya. Dan lebih ma’rifatullah.
.....وَهُوَ مَعَكُمْ
أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
….. Dan Dia
bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. QS. Al Hadid:
4
Orang yang beriman niscaya akan
diliputi rasa takut ketika diajak meng-ghibah seseorang, karena disaat yang
sama Malaikat Raqib dan Atid sedang siap-siap mencatat apa yang akan
dibicarakan. Orang yang beriman niscaya khawatir ketika menulis di WA,
Facebook, dan Twiter, apakah tulisannya ini benar atau salah. Tulisannya ini
menyinggung (menyakiti) hati orang lain atau tidak. Banyak pertimbangan di
hatinya. Karena dirinya merasa ada yang mengawasinya.
Manusia niscaya akan menjauhi
kemaksiatan dan dosa-dosa lainnya andaikan mereka sadar kehidupannya ini ada
yang memonitor semua tindakannya. Ucapannya akan terjaga, tingkah lakunya akan
lebih hati-hati. Kesadaran inilah saat ini yang tidak dimilikinya oleh sebagian
besar manusia. Sehingga mempermudah main hakim sendiri. Hukum dijatuhkan kepada
orang yang miskin, tidak punya jabatan, atau yang berbeda golongan dan beda
pendapat. Orang beriman sangat menyadari, cara dia bicara dan ungkapan lewat
tulisannya, serta keputusan yang diambil akan menunjukkan kualitas dirinya.
Faktor kerusakan
manusia diantaranya
Lemahnya aqidah.
Ke-Imanan adanya Maha Pengawas dan Maha Pembalas akan menekan perilaku manusia
yang ingin berbuat buruk. Ketika iman lemah, maka rasa takut akan hukuman
menurun, ketika rasa takut terhadap hukuman menurun apapun akan manusia
lakukan. Terjadilah tindakan asusila, pemerkosaan, bahkan penganiayaan kepada
orangtua. (na'udzu billah)
Merosotnya nilai
akhlak. Ketika akhlak menurun, maka hilanglah rasa malu,
hilanglah harga diri. Apa yang tidak dilakukan oleh yang punya rasa malu. Cara
berpakaian, walaupun penuh lubang (bahkan lubang pakaian sudah dekat dengan
kemaluan) tetap dikenakan. Laki-laki perempuan berpelukan bahkan
berpangku-pangkuan ditempat keramaian mereka lakukan. Yang lebih menjijikkan
lagi mereka bukan mahram. Bertingkah laku dan cara berbicara yang jauh dari
nilai etika dan kesopanan.
Tingkah laku dan cara berbicara
yang jauh dari nilai luhur keislaman sekarang bukan hanya dilakukan oleh orang
yang tidak mengerti aturan dan hukum dalam agama. Bahkan yang mengerti agamapun
tidak sedikit tingkah laku dan cara bicaranya seakan-akan seperti orang yang
tidak mengerti agama
Inilah yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW
عَنْ أَبيْ مَسْعُوْدٍ
عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَنْصَارِيِّ البَدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ: صلى الله عليه وسلّم (إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ
الأُولَى إِذا لَم تَستَحْيِ فاصْنَعْ مَا شِئْتَ. رَوَاهُ اْلبُخَارِيّ
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al
Anshari Al Badri radhiyallahu ‘anhu dia berkata: ‘Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ”Sesungguhnya termasuk perkara yang didapati
oleh manusia dari perkataan nubuwwah (kenabian) yang pertama adalah jika engkau
tidak malu maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Al Bukhari)
Dan dalam hadits lain;
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ
وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ
َاْلإِيْمَانُ.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau
enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha
illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari
jalan. Dan malu adalah salah satu dari cabang iman” ( HR.Bukhâri dalam
al-Adâbul Mufrad no. 598)
Menuruti Hawa
Nafsu. Hari-hari ini umat manusia disuguhi berita-berita
bagaimana nafsunya manusia terhadap harta, nafsunya manusia kepada lawan jenis,
nafsunya manusia kepada jabatan, dan nafsunya
manusia kepada ketokohan. Dan semuanya itu membawa korban.
Nafsunya kepada harta, tidak
sedikit nyawa melayang. Padahal hartanya sudah banyak. Nafsunya kepada lawan
jenis, tidak sedikit rumah tangga berantakan. Bukannya istri atau suami tidak
cantik atau tampan, tetapi hanya semata-mata sekedar memuaskan kehendak nafsu
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي
ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي
غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS.
Yusuf : 53
Semua keburukan itu terjadi karena
mereka lupa, bahwasanya Allah SWT, malaikat, anggota tubuhnya, bahkan alam
sekitarnya mengawasi dan akan menjadi saksi pada hari kebangkitan. Mereka lupa
bahwasanya semua itu ada balasannya, sekecil apapun perbuatan tidak akan
terlewatkan
Semoga kita adalah hamba-hamba yang
senantiasa ingat bahwa Allah SWT selalu mengawasai tingkah laku dan cara bicara
kita. Dan semoga kita selalu ada rasa takut akan pembalasan Allah SWT pada hari
kita dibangkitkan setelah mati.